Cerita di balik Corona
Isi hidup memang berjuang (cari beras, baju dan uang). Bagaimana pun, harus bertahan dalam kesempitan. Masalah bukan untuk dihindari, tapi dihadapi.
Sekalipun kadang "mengeluh", mereka tetap bertahan. Mereka bilang, "Rezeki sudah diatur Tuhan". Yang loper koran (cak Muhtar) berangkat jam 3 pagi, pilah dan kemas koran. Setelah rapi, diangkut motor keliling dari Sidoarjo - Puri Surya. Saat kumandang azan, sang loper koran biasa mampir sholat di masjid Baitul Mukminin Vancouver. Setelah itu keliling lagi diakhiri jualan koran hingga pukul 11 siang di bunderan Paris B.
Bagi-bagi beras dhuafa, bisa tertib
Tak berselang lama, penjual sayur keliling (cak Imron) terdengar datang dan memarkir. Meski sedikit telat, dia tetap berwudhu, shalat dan berdoa di masjid Baitul Mukminin Vancouver. Aku sering melihatnya tampak kusyuk berdoa. Bisa jadi doa jadi energi penghapus lelah setelah kulakan dari Jagir Wonokromo. Selepas doa dia kelillig dari satu kluster ke kluster lain. Saat waktu menunjukan pukul 09.00 pagi sementara dagangan masih separo, itu alamat kerugian di depan mata. Tapi dia tetap sabar.
Pak Ladi punya cerita lain, pukul 6 pagi tukang sapu yang sudah tua itu mengayuh sepeda ontelnya dari Desa Keling ke Pasadena. Lumayan jaraknya, sekitar 6 km dari Puri Surya jaya. Demi nafkah anak istri tetap bekerja sekalipun yang lain takut Corona. Pulang sore kadang bawa sampah plastik & kertas yang bisa dijual sebagai tambahan pemasukan.
Kalau Bude, lain lagi ceritanya. Mengendarai motor dengan rombong isi jajanan dan aneka minuman, dia keliling dari satu tempat ke tempat lain. Yang disasar kuli bangunan, tukang sapu, atau orang lain yang beli dagangannya. Harga "kuli" tentunya. Sekalipun sepi, Bude tetap keliling jualan biar dapur ngebul.
Cerita kecil mereka yang tetap berjuang musim wabah corona tetap menginspirasi. Semoga Setelah kesulitan ada kemudahan.
Bersama:
@crisiscenterdhuafa
www.baitulmukminin-psj.org
Sekalipun kadang "mengeluh", mereka tetap bertahan. Mereka bilang, "Rezeki sudah diatur Tuhan". Yang loper koran (cak Muhtar) berangkat jam 3 pagi, pilah dan kemas koran. Setelah rapi, diangkut motor keliling dari Sidoarjo - Puri Surya. Saat kumandang azan, sang loper koran biasa mampir sholat di masjid Baitul Mukminin Vancouver. Setelah itu keliling lagi diakhiri jualan koran hingga pukul 11 siang di bunderan Paris B.
Bagi-bagi beras dhuafa, bisa tertib
Tak berselang lama, penjual sayur keliling (cak Imron) terdengar datang dan memarkir. Meski sedikit telat, dia tetap berwudhu, shalat dan berdoa di masjid Baitul Mukminin Vancouver. Aku sering melihatnya tampak kusyuk berdoa. Bisa jadi doa jadi energi penghapus lelah setelah kulakan dari Jagir Wonokromo. Selepas doa dia kelillig dari satu kluster ke kluster lain. Saat waktu menunjukan pukul 09.00 pagi sementara dagangan masih separo, itu alamat kerugian di depan mata. Tapi dia tetap sabar.
Pak Ladi punya cerita lain, pukul 6 pagi tukang sapu yang sudah tua itu mengayuh sepeda ontelnya dari Desa Keling ke Pasadena. Lumayan jaraknya, sekitar 6 km dari Puri Surya jaya. Demi nafkah anak istri tetap bekerja sekalipun yang lain takut Corona. Pulang sore kadang bawa sampah plastik & kertas yang bisa dijual sebagai tambahan pemasukan.
Kalau Bude, lain lagi ceritanya. Mengendarai motor dengan rombong isi jajanan dan aneka minuman, dia keliling dari satu tempat ke tempat lain. Yang disasar kuli bangunan, tukang sapu, atau orang lain yang beli dagangannya. Harga "kuli" tentunya. Sekalipun sepi, Bude tetap keliling jualan biar dapur ngebul.
Cerita kecil mereka yang tetap berjuang musim wabah corona tetap menginspirasi. Semoga Setelah kesulitan ada kemudahan.
Bersama:
@crisiscenterdhuafa
www.baitulmukminin-psj.org
Posting Komentar untuk "Cerita di balik Corona"