Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tukang Pijet Sepi Paska Wabaglh Corona

Sedekah beras dhuafa.Senin13 April 2020. Mbah Yam, nenek tua di keboansikep. Sehari-hari jadi tukang pijat. Tinggal di kamar kos yang kecil. Bersama Pak Setu (suaminya) dan Dimas (cucunya) yang yatim. Jangan bilang layak. Sebab kosnya sumpek, lembab, dan sempit.

Saat ditanya "udah berapa lama Mbah kos disini ? Dijawab, "pun hampir 20 tahun". Mbah Yam bekerja sendirian.  Penghidupan sehari-hari mengandalkan hasil upah pijat. Sebab, pak Setu suaminya sudah lansia yang sakitnya kadang kambuh. Cukup gak cukup Alhamdulillah bisa bertahan sampai sekarang. Orderan pijet menurun sejak isu Corona.

Berbeda dengan Mbah Yam, Bu Nan di keboananom sudah tidak  berprofesi sebagai tukang pijat lagi. Dulu memang menekuni pijat, tapi karena faktor kesehatan tidak lagi. Penghidupan mengandalkan suaminya, Pak Nan, yang kerja serabutan di usia yang telah mencapai 60 tahun. Pak Nan dan Bu nan tinggal di rumah kayu berlantai tanah, yang sempit dan kotor. Rumah semi permanen itu numpang di tanah orang.

Kalau pak Lan tetap bekerja. Jika siswa dan sebagian guru di SDN Keboananom libur,  tapi tukang kebun sekolah tidak. Pak Parlan setiap pagi tetap menyapu seluruh halaman sekolah dan bersih-bersih ruangan. Sekalipun upah dibawah Rp.1 juta dengan masa kerja sudah lebih dari 10 tahun, pak Lan tetap bersemangat. "Kalau gak bekerja, keluarga makan apa?! Gumamnya

Ternyata masih banyak mereka yang terus berjuang mempertahankan diri. Wabah Corona memang berdampak pada kehidupan sosial ekonomi. Namun, semangat tak boleh padam.

Bersama Membantu Sesama
@crisiscenterdhuafa
www.baitulmukminin-psj.org

Posting Komentar untuk "Tukang Pijet Sepi Paska Wabaglh Corona"