Optimalisasi Peran Sosial Masjid di Musim Pandemi Corona
Oleh : Ali Yasin/Gusyasin (Manajer Program Crisis Center Dhuafa Masjid Baitul Mukminin Vancouver)
Masjid tidak hanya sarana ibadah saja. Di dalam masjid juga terhimpun potensi penting. Contohnya sumberdaya manusia entah pengurus, jamaah dan para pihak lain. Berbagai keahlian yang dimiliki menjadi asset yang berguna bagi pengembangan masjid. Disamping itu, juga ada potensi sumber dana ummat seperti zakat shadaqah. Dengan dana tersebut, kini banyak masjid memiliki fasilitas dan kegiatan yang relatif maju.
Menyusul sebagian masjid yang berstatus lockdown demi menekan persebaran virus Corona (Covid 19), timbul pertanyaan, apakah peran masjid berhenti? Padahal, dulunya masjid menjadi pusat kegiatan harian hingga bulanan (shalat 5 waktu, pengajian, yasinan, dsb). Dalam kegiatan tersebut, masyarakat bertukar pikiran, perasaan dan kekayaan. Melalui kegiatan zakat misalnya, banyak orang merasakan manfaat masjid.
Di tengah pandemi Corona berbagai lembaga berlomba salurkan bantuan. Beras, sembako, uang tunai, alat pelindung diri dan aneka bantuan disalurkan. Penyalur bantuan tidak hanya berbasis agama, tapi juga komunitas masyarakat, organisasi profesi, badan usaha dan lain sebagainya. Di kec. Gedangan ada usaha kosmetik yang menyediakan 500 kotak nasi setiap hari (Sebelum jumatan ditiadakan, tiap jumat juga sumbang 2700 nasi kotak ke berbagai masjid).
Yang disayangkan dalam cerita pandemic corona ini, justru banyak masjid yang “tiarap”. Bukan hanya masjidnya yang dikunci, tetapi kegiatannya ikut berhenti. Tidak ada kegiatan alternatif sehingga masjid nyaris seperti bangunan kosong dengan aneka spanduk yang memuat tulisan “mohon maaf, masjid tutup sampai waktu yang belum ditentukan”. Padahal masih banyak jalan untuk mengoptimalkan fungsi masjid.
KONTRADIKSI (STUDI KASUS)
Di tengah pandemi Corona, di kec. Gedangan ada sebuah masjid tetap membangun gedung (tambahan). Hal ini memberi kesan kurang baik. Pasalnya, di saat masyarakat butuh bantuan, pengurus masjid malah asyik membelanjakan dana ummat untuk infrastruktur. Sementara tiap pagi puluhan orang berebut nasi bungkus di lemari nasi sebrang masjid.
Inilah yang dimaksud dengan “praktek gagal” kepengurusan masjid. Mengapa ? karena ada kesan pengurus tidak punya kepekaan sosial. Padahal di sekitar masjid terdapat janda tua dhuafa, orang tua jompo miskin, janda sebatang kara, anak-anak yatim miskin, yang turut merasakan dampak sosial ekonomi wabah Corona. Sebagian berharap menerima bantuan masjid karena belum meratanya bantuan lembaga lain.
REVITALISASI FUNGSI
Tidak sepenuhnya disalahkan sebuah masjid lockdown. Apalagi jika jamaah yang terjangkit Virus Corona (Covid 19). Namun, kegiatan masjid sejatinya masih bisa berlangsung. Pada zaman Nabi, masjid memiliki baitul maal yang difungsikan untuk membantu fakir miskin. Zaman itu, masjid menghidupi ahlu suffah, kaum fakir yang sehari-hari tinggal di masjid. Di masjid pula, Abu Bakar, ustaman dan sahabat lain menyualurkan infaq shodaqohnya.
Intinya sejak zaman Nabi masjid punya peran aktif sosial. Maka pengurus harus memastikan tidak adanya wabah kelaparan di sekitar masjid. Bagaimanapun di masjid terhimpun dana zakat/ sodaqoh yang ditunggu peruntukannya oleh fakir miskin. Bila hak mereka tidak terpenuhi tentu kerja pengurus dipertanyakan. Sedangkan Umar bin Khatab harus memanggul sendiri bahan pangan (gandum) ketika ada warganya yang kelaparan.
Karena itu perlu diapresiasi langkah cepat pengurus masjid dalam kegiatan sosial. Di Kec. Gedangan misalnya, masjid Al Ikhlas setiap pagi menyiapkan 300-500 nasi bungkus melalui program Nasbung. Ada juga masjid Al Muhajirin yang menyediakan puluhan paket sembako untuk kaum dhuafa. Tentunya masih ada masjid lainnya akan tetapi jumlahnya belum sebanding dengan banyaknya masjid yang lockdown total.
BEST PRACTICE
Kilas balik, masjid Baitul Mukminin Vancouver Puri Surya Jaya Gedangan Sidoarjo beroperasi tahun 2005. Dua tahun setelah itu sepi jamaah. Pengurus pun ambil inisiatif datangkan jamaah kaum dhuafa dengan iming-iming diberi paket sembako. Kemudian dibukalah sedekah paket sembako. Selain, diberikan ke dhuafa yang mau shalat berjamaah di masjid (tukang sapu, tukang becak,dsb) juga diberikan langsung ke rumah kaum dhuafa.
Pada bulan februari 2007, sedekah sembako hanya untuk 7 (tujuh) orang. Pada bulan maret, april, dan seterusnya hingga sekarang, sedekah sembako secara rutin tiap bulan antara 50-100 orang menerima. Pada awal tahun 2019, program baru dibuat bernama Sedekah Beras Dhuafa. Tiap bulan bisa terhimpun 50-100 pack @5kg. Program ini belum termasuk Santunan Pendidikan Yatim, Sedekah Fi Sabilillah, sedekah tanggap dan lain sebagainya
PROGRAM DI MASA PANDEMI
Sebelum adanya pandemi Corona, program Sedekah Beras Dhuafa sudah berjalan. Setelah wabah, kian diintensifkan dengan judul Sedekah Beras Dampak Corona. Program yang dibuka sejak tanggal 25 Maret 2020 ini, sebelum ramadhan berhasil menghimpun 3,6 ton beras dan disalurkan ke Gedangan, Waru, Sedati, Tulangan, Jabon, Tanggulangin, Sukodono, Buduran dan lain sebagainya. Setelah Ramadhan 500 kg lebih telah disalurkan.
Untuk yatim, sebelum Ramadhan telah salurkan dan santunan pendidikan senilai Rp. 9 juta sedangkan pada bulan Ramadhan disalurkan uang saku lebaran yatim senilai Rp. 36 juta. Beras zakat fitrah tersalurkan 1,1 ton beras dengan penyaluran hingga kaum fakir di Tlocor Jabon. Sedangkan uang zakat maal Rp. 40 juta dan direalisasikan sebagian untuk fakir miskin, fi sabilillah dan lain sebagainya.
RUMUS STRATEGI (BAGI PENGURUS MASJID)
Meskipun pemerintah sudah memberlakukan kebijakan new normal, masih ada masjid yang lockdown. Kalaupun ada yang beroperasi, kegiatannya dibatasi. Intinya, masjid belum berfungsi optimal seperti sebelumnya. Untuk itu, optimalisasi peran sosial menjadi kegiatan alternatif. Beberapa langkah yang bisa diambil cepat:
1. Pengurus Masjid membentuk tim pelaksana program sosial bagi masyarakat dhuafa sekitar masjid khususnya yang paling terkena dampak wabah Corona
2. Tim yang dimaksud menyusun rencana dengan target yang terukur, misal membuka program sedekah nasi bungkus / dapur umum / sedekah beras / atau bantuan apa saja yang penting realistis.
3. Infaq/donasi dihimpun dan pencatatannya terpisah dari kas masjid (peruntukannya sesuai program sosial yang dibuat). Laporan dibuat secara tertib dan terbuka
4. Segera realisasikan bantuan sekalipun kecil/sedikit sembari mendokumentasikan kegiatan dan mempublikasikan ke jamaah (calon donatur). Bisa melalui WA, fesbuk, youtube dan lain sebagainya
5. Untuk permulaan, masjid bisa mengalokasikan kas masjid untuk kegiatan sosial tersebut (Perlu diketahui, sebagian dana masjid pasti ada yang akad sodaqoh yaitu untuk manusia)
6. Tim pelaksana program sosial harus intensif sampaikan ajakan berinfaq-sodaqoh entah melalui spanduk, WA, selebaran, pengumuman masjid dan seterusnya.
7. Melakukan komunikasi intensif dengan para pihak (RT-RW/Desa, Aparat TNI-Polri, perusahaan-swasta) sebagai marketing komunikasi program sosial masjid
KATA KUNCI (KESIMPULAN)
Optiamalisasi Fungsi Masjid bergantung pada tekad mulia pengurus masjid. Visi misi masjid harus menguatkan hablumminnallah dan hablumminannas. Penggunaan kas masjid harus seimbang berdasar kedua prinsip tersebut. Saatnya mengurangi kegemaran merenovasi masjid spt ganti keramik, kran wudhu, ganti cat, dan kegiatan renovasi lain. Sebagai kegemaran baru, pengurus membuat aneka program layanan sosial meski kecil tapi nyata.
Posting Komentar untuk "Optimalisasi Peran Sosial Masjid di Musim Pandemi Corona"